Selasa, 02 Oktober 2012

Dari Draft Naskah Menuju Novel

Januari 50.000 Kata atau J50K adalah kegiatan menulis novel sebanyak 50 ribu kata selama 31 hari di bulan Januari. Kegiatan ini terbuka untuk semua orang yang berminat dan berambisi untuk menulis novel selama sebulan penuh.

Kampung Fiksi sudah dua kali menyelenggarakan acara ini, di 2011 dan 2012. Pertama kali, peminatnya hanya duapuluhan. Kedua kalinya mencapai duaratusan. Tidak semua peminat yang benar-benar menulis dan menjejak tumpuan ‘start’ mampu mencapai garis ‘finish’. Itu hal biasa. Dalam acara apapun, pada awalnya peserta selalu bersemangat, namun tak semua berhasil mempertahankan semangat mereka sampai akhir. Termasuk diri saya, for sure!

Yang luar biasa adalah, beberapa peserta (yang mencapai 50 kata maupun yang tidak) berhasil meneruskan dan mengedit cerita mereka, lalu menerbitkannya jadi novel.

Elly Suryani, peserta J50K tahun 2011, berhasil merampungkan tulisannya. Sejumlah 23 prosa dan 2 puisi berjudul Ilalang Menarilah! ia terbitkan lewat Kampung Fiksi bekerja sama dengan Nulisbuku.com.

Pada tahun 2012, Adeliany Azfar berhasil menerbitkan novel berjudul ‘Kamu’ selepas hajatan ini. Seorang peserta lain, Winda Krisnadefa, lewat novelnya yang berjudul ‘Magali Chronicle’ mampu menembus 10 besar dalam lomba menulis novel Qanita Romance 2012 yang diselenggarakan penerbit Mizan.

Sebenarnya mengarang itu gampang. Memang. Dari awal tahun 80-an Arswendo Atmowiloto sudah bilang begitu, lewat tulisannya di majalah remaja Hai berjudul ‘Mengarang Itu Gampang’ yang kemudian dibukukan dengan judul sama. Saya akan mengutip sebagian isi buku yang disajikan dengan gaya tanya-jawab ini, khusus dari halaman pertama, yang menurut saya merupakan inti-sarinya.

1. Mengarang itu gampang. Apakah ini tidak salah judul? Tidak. Dan tentunya kamu tidak salah baca. Mengarang itu gampang. Sekurangnya lebih gampang dari yang kamu duga. Memang tak ada yang sukar, kalau kita mempunyai minat dan ambisi terus menerus.

2. Selain minat dan ambisi yang terus menerus, apa ada syarat lain? Ada syarat lain. Yaitu bisa membaca dan bisa menulis. Gampang kan? Kalau kamu sudah mengangguk berarti harus diperhatikan benar bahwa membaca dan menulis yang baik dan benar itu perlu latihan, perlu disiplin, perlu minat yang tak kunjung habis.

3. Minat lagi. Apa sebenarnya minat dan ambisi yang tak kunjung habis? Minat dan ambisi seperti juga rasa cinta. Terus mengalir. Ini didasarkan pada kepercayaan diri, bahwa dengan mengarang kita melakukan sesuatu yang kita cintai, dan kita percaya ada sesuatu yang baik yang bakal kita lakukan dengan itu.

4. Ambisi? Kalau kamu tidak mengenal putus asa. Mengarang memang tidak sekali jadi. Rasanya tak ada pengarang baik yang sekali jadi mengarang, dan langsung berhasil.

Dari 4 poin di atas, ada beberapa kata kunci yang oleh penulisnya sering diulang di dalam buku: minat, ambisi, membaca, latihan, disiplin, pantang putus asa, dan tidak sekali jadi. Nah!

Saat menulis ‘Magali Chronicle’, Winda Krisnadefa memenuhi semua syarat itu. Dan dia berhasil. Sebagai produk J50K, karangan Winda baru mencapai sekitar 15 ribu kata di akhir Januari 2012. Si Emak Gaoel ini kemudian memutuskan ngebut memperbaiki darft naskahnya selama 2 bulan penuh untuk mengejar deadline lomba Romance Qanita. Konon, bisa ia rampungkan sampai 47 ribu kata. Namun ia tidak berhenti pada jumlah saja. Karangan itu ia pangkas sana-sini, tambah ini-itu, sampai ia merasa siap melepasnya untuk lomba.

Untuk membuat karangannya hidup, Winda melakukan riset, juga membaca buku (novel lain dan buku-buku yang berkaitan dengan tema cerita). Ia kumpulkan setumpuk informasi seputar kuliner: tugas para chef restoran sampai chef di kapal pesiar, puluhan resep kue yang lagi nge-trend, dan berbagai hal tentang kehidupan seorang freelance writer di sebuah majalah. Semua informasi itu ia olah agar menyatu dengan plot yang sudah ia siapkan. Bukan pekerjaan sekali jadi, pasti. Butuh disiplin, fokus dan ambisi. Sebelum diterbitkan menjadi novel oleh Mizan, kemungkinan Magali Chronicle akan diedit lagi, agar makin bagus dan memuaskan pembacanya.

Produk J50K 2011 saya, berjudul 'Tembak Di Tempat', mencapai 42 ribu kata di akhir Januari. Delapan ribu kata di belakang garis finish. Cerita ini saya biarkan ngendon di folder selama setahun lebih. Baru saya tengok lagi awal April 2012.

Setelah saya baca ulang, ternyata dari 42 ribu kata itu separuhnya lebih hanya sampah. Sebagian kisahnya juga sudah saya comoti. Saya tulis ulang sebagai cerita pendek yang saya tayangkan di blog pribadi, milik teman, dan ada satu di Kompas.com berjudul 'Langit Merah Jambu'. Namun saya tetap punya ambisi untuk menyelesaikan karangan ini jadi sebuah cerita utuh.

Proses menyelesaikan, memperbaiki, dan mengedit itu butuh waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Juga nyaris ‘tanpa ampun’: potong ratusan kata sana-sini. Seperti kata Arswendo, proses itu saya lakukan dengan penuh minat dan disiplin. Tiap hari saya baca dan tulis ulang, sebagian demi sebagian. Kalimat dan paragraf satu-satu saya bongkar. Beberapa bagian saya perdalam dengan riset. Sudah pasti saya membaca buku dan tulisan yang sesuai tema cerita, di antaranya konflik di Burma dan negara lain serta kisah-kisah korban kekerasan. Selain membaca, saya juga mencatat hal-hal penting (yang saya pikirkan, dengar, atau lihat) yang saya anggap akan mendukung jalan cerita.

Kadang kala sehari bisa selesai 2 ribu kata, namun tak jarang hanya beberapa paragraf. Pekerjaan mengarang-ulang ini, masih seperti kata Arswendo, saya lakukan dengan penuh cinta, saya resapi.

Saya tidak tahu bakal seperti apa jadinya kisah 'Tembak Di Tempat' ini. Apalagi cerita ini tidak memenangkan lomba apapun, tidak dipuji siapapun, pembacanya juga tidak banyak, hanya berkisar puluhan orang. Namun saya yakin, pada akhirnya akan muncul sesuatu yang baik, minimal untuk saya pribadi. Juga menumbuhkan keyakinan bahwa karangan yang berkualitas (dalam arti baik secara teknis sekaligus disukai pembaca) bukan karya sekali jadi. Sebelum bisa dinikmati pembaca – atau memenangkan lomba - ada jalan panjang berliku yang harus ditempuh lebih dulu.

***

4 komentar:

Olivia Kamal mengatakan...

inspiring... j50k saya belum tersentuh lagi... masih seperlima perjalanan... seperti mencintai ya mbak, terus mengalir... thx for sharing...

Endah Raharjo mengatakan...

Hai Olivia, thanks :-)
Bisa disentuh pelan2 sampai tujuan. Iya, spt mencintai, perlu dirawat terus :-)

agung hariyadi mengatakan...

makasih suntikan semangatnya mbak-mbak dari kampung fiksi.
Pas event j50K kemarin sebenarnya aku mau ikutan mbak, tapi sayang aku ada kerjaan lain untuk selesaikan editan naskah yang sempat aku ikutkan lomba di Republika thn 2011. Naskah pertama yang super amburadul.
Kalau ada info event lagi, tolong tag saya di FB or mention twitter saya
Salam

Endah Raharjo mengatakan...

@Mas Agung, senang bisa berbagi dgn teman2 yg suka menulis fiksi.
Naskah pertama memang biasanya amburadul, bahkan Stephen King juga bilang begitu. Sehabis menulis naskah awal, beliau akan 'memeram' naskah itu, bbrp waktu kemudian akan ditengok lagi unt diperbaiki.
Ditunggu peransertanya unt J50K 2013, ya. Acara ini harus dilakukan dgn ringan hati - fun, gitu - jgn sampai jd beban. Kalau misalnya sibuk, tetep ikut jg gak apa2. Tahun 2012 sy juga bgt, niat ikut tp cuma selesai sktr 8 ribu aja.