Saya baru tahu kalau World War Z adalah film tentang zombie ketika sedang antri membeli brondong. Anak saya bilang, “Moga-moga Ibu suka zombie yang ini.” Mata saya membeliak, “Zombie???” Anak saya ganti tanya, “Ibu nggak tahu? Tapi aku jamin pasti suka. Banyak yang bilang beda,” yakinnya meraih brondong dari tangan saya.
Anak saya benar. Zombie kali ini beda, tidak lelet, tidak berjalan tertatih-tatih semacam robot-robotan habis batere. Mereka giras, kuat, dan ganas.
Cerita dibuka dengan menampakkan kesibukan pagi hari di rumah keluarga Gerry dan Karen Lane (Brad Pitt dan Mireille Enos). Gerry yang baru pensiun dari pekerjaannya sebagai ‘investigator khusus’ PBB menyiapkan sarapan untuk istri dan dua anak perempuannya. Pada adegan pembuka ini sudah mulai terasa suasana tegang akibat aneka berita di TV yang mengabarkan berbagai anomali di beberapa wilayah di bumi. Berikutnya Gerry dan Karen mengantar buah hati mereka ke sekolah. Saat itu konflik langsung menyergap penonton. Sambil bermobil mereka mendengarkan siaran radio yang mengabarkan berita buruk munculnya epidemi yang menyerang manusia dan mengubah mereka menjadi zombie. Ketika itu pula, di jalanan pusat kota Philadelphia yang macet pada jam sibuk pagi, panik menyerang semua orang. Zombie telah datang!
Selanjutnya, adegan seru Gerry dan Karen menyelamatkan diri dimulai. Dalam hitungan menit kota berubah menjadi padang zombie. Teror datang silih berganti, bertubi-tubi.
Sebagai mantan staf PBB berkeahlian khusus tenaga Gerry dibutuhkan. Ia dipanggil untuk memimpin misi pencarian pasien pertama yang terkena dan menyebarkan virus zombie itu guna membuat vaksin demi menyelamatkan keberlangsungan umat manusia. Sebagai kompensasi, keluarganya dijamin keselamatannya dan ditampung di sebuah kapal Angkatan Laut Amerika yang bersiaga di pantai New York.
Akting Brad Pitt – mengingat ini film zombie – cukup memukau. Adegan-adegan penuh horor sepanjang film dihiasi oleh close-up wajahnya, dengan rambut gondrong dan cambang berantakan. Matanya senantiasa waspada, bibirnya terkunci rapat, dan rahangnya tegang. Salah satu yang saya suka adalah make-up para pemainnya. Kulit wajah dan bibir mereka – terutama Brad Pitt dan Mireille Enos – dibiarkan telanjang, kering, dan berkerut. Menambah efek panik, darurat bencana, dan teror mencekam.
Keganasan para zombie di film ini berbeda dengan kerabatnya di film-film lain. Selain liar dan brutal, mereka juga pandai menyusun strategi untuk menyerang. Kepala mereka sekeras baja, bisa menghantam dinding dan kaca tebal demi mendapat daging dan darah manusia sehat segar. Mereka bisa bahu-membahu memanjat benteng pertahanan yang menjulang tinggi, juga menyergap helikopter sampai terjungkal dan meledak.
Film ini kabarnya menyimpang jauh dari novelnya “World War Z: An Oral History of the Zombie War” karya Max Brooks. Namun beberapa reviewer film terkemuka menilai para pembaca novelnya tidak bakal kecewa.
Hal yang saya anggap kurang adalah plotnya yang berbelok dari usaha penyelamatan keluarga menjadi sebuah aksi heroik yang berpusat pada Gerry. Keluarganya hanya merupa bayang-bayang untuk memberi Gerry sentuhan manusiawi. Namun kekurangan itu terbayar oleh asyiknya guncangan demi guncangan akibat menonton adegan tegang susul menyusul sejak menit pertama. Selain itu, kisahnya tidak fokus pada para zombie, tidak berlama-lama mengekspos keburukan rupa dan perilaku brutal mereka, tapi lebih banyak pada aksi Gerry dalam menyelamatkan dunia dan kemanusiaan.
Salah satu pesan moral yang saya tangkap dari cerita mayat hidup ini adalah manusia harus makin berhati-hati dengan berbagai perubahan – khususnya penyakit yang bermutasi – akibat meningkatnya populasi, pola konsumsi, dan mobilitas (manusia dan barang) yang makin kompleks.
***
2 komentar:
Sangat ingin menonton
Sayangnya belum ada waktu ke Bioskop. Di bali dah masuk belum ya filmnya?
Nice review mbak
Makasih apresiasinya, mas Agung. Untuk Bali, bisa cek ke web-nya XXI. Moga2 udh ada. Lumayan menghibur :-)
Posting Komentar