Setahun lalu, seorang teman dekat yang romantis menghadiahkan sebuah novel. Di sampul bagian dalam dia tuliskan beberapa kalimat pendek ini:
Endah dearest,
Along with this book, I am sending you my best haiku of the day:
pale moon
my arms reaching out
yearning for you
Haiku? Apa itu?
Lalu saya mencari tahu.
Begitulah awal perkenalan saya dengan haiku.
Haiku, dikenal juga dengan Hokku, adalah puisi Jepang dengan format terpendek, hanya terdiri dari 17 suku kata yang disajikan dalam 3 baris (kelompok) dengan susunan 5 – 7 – 5. Baris pertama terdiri atas 5 suku kata, kedua 7 suku kata dan ketiga 5 suku kata. Kata yang tersusun dalam haiku tidak berima. Tentu saja aturan ini berlaku untuk penulisan Haiku dengan karakter Jepang, kanji dan kana (hiragana dan katakana).
Haiku Jepang tradisional senantiasa berhubungan dengan daya magis dan keindahan alam serta musim. Karena pendek dan indah, haiku sangat menyenangkan untuk dibaca keras-keras dalam bahasa aslinya, sembari memuja-muji alam dan keelokan rasa serta pesona yang menyertainya.
Asal usul puisi pendek ini masih sering diperbincangkan walaupun ia sudah mendunia dan bahkan sudah diajarkan di sekolah-sekolah di Amerika sejak lama. Beberapa sumber menyebutkan bahwa haiku dikembangkan oleh Matsuo Basho (1644 – 1694), seorang penyair terkenal pada periode Edo, yakni masa antara tahun 1603 dan 1867 ketika Jepang diperintah oleh para shogun dari keluarga Tokugawa.
Dalam Bahasa Inggris tentu saja ada adaptasi untuk penulisannya. Haiku tetap terdiri dari 3 baris namun tidak harus 17 suku kata. Karena perbedaan bahasa dan aksara antara Jepang dengan banyak negara, maka penulisan haiku dalam bahasa lain, lebih ditekankan pada ketepatan dan kecermatan pemilihan kata. Jadi beberapa potong kata dalam 3 baris itu mampu mengungkapkan suasana alam dan suasana hati dan jiwa, pada saat kita mengalaminya.
Dalam sebuah buku saku tentang Jepang dituliskan bahwa untuk belajar menulis haiku tidak sulit. Yang penting kita mau membuka diri pada sang alam dan mencoba menuliskan apa yang kita lihat, kita rasa, kita dengar, kita cium, kita raba dan menggabungkan semua itu dengan sepenuh hati dan jiwa.
Berikut ini beberapa contoh Haiku dalam Bahasa Inggris:
Moonless winter night—
a billow of rising fog
hides the distant pines
(Lenard D. Moore)
Winter wind—
sound of a skill saw
through the broken window
(Nina Wicker)
Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah haiku ada penyukanya? Tentu saja, walaupun saya agak sulit menemukan referensinya. Di bagian bawah tercantum beberapa situs yang bisa dirujuk untuk menambah pengetahuan.
Dalam perkembangannya, khususnya di Amerika, haiku memang telah mengalami berbagai penyesuaian walau tetap berpijak pada aturan asal. Rupanya manusia mampu pula meleburkan rasa duka dan ketakutannya pada kedahsyatan fenomena alam. Dengan begitu, mungkin, penderitaan manusia dapat sedikit berkurang.
Untuk menutup tulisan ini, ijinkan saya mengungkapkan rasa yang mengusik hati di sore yang mendung ini:
Langit kelabu
Burung terbang meninggi
Merindu kekasih
Situs untuk belajar lebih lanjut:
http://www.nc-haiku.org/haiku-by-us.htm#nwicker
http://www.nc-haiku.org/index.htm
http://www.indonesiaindonesia.com/f/51744-belajar-haiku-yuk/
http://josephinemaria.wordpress.com/2010/08/20/mengenal-puisi-jepang/
http://fiksi.kompasiana.com/group/puisi/2010/09/25/haiku-tragedi-manusia-19651966/
1 komentar:
Saya penyuka haiku. Buat saya bukan perkara mudah membuat haiku yang hanya 3 baris, apalagi sampai berbait-bait. Untung saja dalam dunia kreatifitas diperbolehkan memperkaya haiku, hingga haiku ala indonesia pun sudah ada yang menjadikannya buku.
Tabik.
Posting Komentar