Rabu, 25 Mei 2011

Pasar Klong Suan

Gerbang masuk
Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, saat pertama kali bertugas ke Thailand, saya ditawari oleh teman untuk mengunjungi pasar Klong Suan yang dikenal sebagai 100 year-old Market. Karena banyaknya tugas, waktu itu saya tidak sempat mampir ke pasar yang konon dibangun pada masa kejayaan Raja Chulalongkorn Agung yang dikenal sebagai King Rama V.

Karena seringnya bertugas ke Thailand, saya jadi cenderung menunda kunjungan ke Pasar Klong Suan. Pikir saya, nanti saja, pasti ada kesempatan berikutnya. Belum lama ini, saya kembali bertugas ke sana dan kali ini saya luangkan waktu untuk mampir sambil belanja. Saya sempat bercanda pada teman saya bahwa pasar Klong Suan sekarang tentunya sudah berusia lebih dari 110 tahun.

Suasana pasar yang penuh warna
Pasar ini dibangun di tepi kanal Prawet Burirom. Pada masa itu perdagangan masih mengandalkan transportasi air dan kanal Prawet Burirom merupakan salah satu jalur utama yang menghubungkan Bangkok dengan wilayah di bagian timur. Menurut berbagai sumber, pada masa kejayaannya, Pasar Klong Suan pernah menjadi salah satu pusat perdagangan candu.

Pasar ini terletak di perbatasan Propinsi Samut Prakan dengan Propinsi Chachoengsao, kira-kira 40 menit dengan mobil dari Bangkok, tidak begitu jauh dari bandara Suvarnabhumi. Setiap supir taksi atau biro wisata tahu lokasi pasar ini, sehingga mudah dicari.
Penjual ikan menjemur dagangan

Hingga sekarang pasar ini merupakan salah satu pasar tradisional yang tetap ramai dan menjadi tujuan wisata, seperti pasar Beringharjo di Jogja atau Pasar Klewer di Solo. Bedanya, mungkin, pada jenis barang yang diperdagangkan saja. Selain itu, pasar ini juga menjadi semacam pusat perdagangan dan pertukaran sosial-budaya antara 3 komunitas, yaitu orang asli Thai, pedagang China dan masyarakat Muslim. Menurut teman saya, warga lokal yang berbeda agama itu gemar nongkrong di warung-warung kopi sambil berbincang tentang apa saja.


Toko emas permata
Sepanjang pengamatan saya, barang-barang yang diperjualbelikan di Pasar Klong Suan kebanyakan berupa makanan, khususnya jajanan tradisional. Tentu saja barang-barang lain juga ada, seperti mainan anak-anak - yang sudah pasti made-in China - hingga emas permata. Beberapa brosur mengatakan bahwa para culture junkies akan bersukacita bila mengunjungi pasar ini karena keragaman barang lokal yang dijual di sana. Bagi saya, yang paling menarik adalah beberapa warung kopi yang menyajikan kopi tradisional seperti warung-warung angkringan di Jogja. Aroma wangi seduhan kopi itu mengingatkan saat-saat santai sehabis menjalani hari yang melelahkan ketika bertugas di Aceh.

Melihat kondisi bangunannya, yang sebagian besar merupakan konstruksi kayu, tampak adanya usaha pemerintah lokal untuk mempertahankan keasliannya. Kesederhanaan arsitekturnya, tata-letak dan sirkulasinya bagi saya justru menambah pesona. Tentu saja yang paling utama adalah suasananya dan aneka hiasan pernak-pernik yang tergantung di langit-langit.

Para bhiksu muda sedang meminta sedekah pagi
Saat saya berkunjung, kebetulan sedang ada rombongan bhiksu muda yang melakukan ritual pagi, meminta sedekah dari masyarakat. Mereka berbaris rapi, masing-masing membawa kuali logam untuk menampung sumbangan. Setiap beberapa meter mereka berhenti lalu melantunkan pepujian. Para pedagang dan pengunjung pasar tidak hanya memberi uang, ada juga yang memberi makanan dan minuman. Di belakang barisan bhiksu muda itu, ada dua lelaki bertugas membawakan tas berisi macam-macam sumbangan bahan makanan.


Bila akan berkunjung ke sana, dua saja pesan saya. Jangan sarapan sebelum berangkat dan jangan bernapsu membeli banyak makanan di salah satu kios saja, karena semakin ke dalam, semakin banyak pilihan. Kalau tidak ingin berjubel dengan puluhan wisatawan, berkunjunglah pada hari kerja. Bila hanya ada waktu di akhir pekan, usahakan untuk tiba di Pasar klong Suan sebelum pukul 10 pagi.

Selamat berbelanja.

1 komentar:

Jean Cuk mengatakan...

Ciamik Soro ...

blog-mu ku link di blog-ku ya mbak-e ...